Jomblo?



Mungkin bacaan ini adalah salah satu tulisan bertema jomblo yang ditulis oleh orang yang tidak jomblo, tetapi percayalah bahwa penulis juga pernah merasakan jomblo meskipun tidak akut.
Saya ingin mengungkapkan beberapa hal karena kebisingan dan kebosanan saya memperhatikan lalu lintas para oknum yang seolah bangga atas kejombloannya. Bukan karena tidak suka karena saya tidak jomblo, saya hanya sedikit risih dengan virus gerakan pelestarian jomblo yang semakin menjadi seperti mulai mewabahnya endemi Pokemon Go.
Begini para jomblowan yang mulia, tolong diperhatikan.
Kaping pisan, Anda yang mengaku dan seolah bangga atas status jomblo itu tidak keren sama sekali. Bukan berarti saya mewajibkan Anda untuk pacaran, tidak. Jomblo tidak perlu alay seperti anak SMA yang baru jadian sama si doi, ya seperti alaynya saya waktu itu. Kalau Anda alay saat ini, sungguh terlambat. Jomblo ya jomblo saja, diam dan jalani aktivitas seperti orang normal umumnya. Jomblo tidak perlu pamer.
Kaping pindho, jombloers yang suka ungkapkan dan banggakan kejombloannya di umum itu seperti bermuka dua. Satu, dia idealis dengan pandangannya untuk tetap jomblo. Dua, dia hakikatnya mencari perhatian jombloers lain. Ntah agar bisa mengakhiri masa jomblonya atau sebagai sensasi belaka. Ada lagi yang dengan bangga mempersembahkan karya berjamaah untuk menguatkan status jomblonya. Ada yang disisipi dengan istilah istiqomah lah, keren lah, tak masalah lah, dan lah lah lainnya. Merasa keren karena jomblo, apalagi berlindung di bawah ayat-ayat kitab suci itu tidak bijak loh. Parahnya, para pengikut karya mereka merasa terbela karena itu. Wah wah. Hei para jombloers, hati-hati dengan persamaan persepsi secara psikologis loh. Kalau kalian lebih dalam mempelajarinya, itu sudah masuk ciri-ciri dari lawan jomblo. Jangan terjebak. Boleh jadi kemasan kalian jomblo, tapi pengamalan kalian sebenarnya tidak. Jangan-jangan ada persatuan persepsi yang terselubung.
Kaping telu, saya hanya akan mengapresiasi ungkapan para jomblo yang beparas rupawan saja. Mengapa? Ya fisik menjadi ukuran juga lah, wong agama saja memberi ruang kok untuk kriteria itu. Saya kagum dengan cewek dan cowok karismatik yang bersikeras untuk jomblo dengan alasan menjaga kehormatannya. Saya bangga dengan para jombloers rupawan yang idealis untuk jomblo karena prinsip agamanya (ya meskipun masih bisa ditelisik semuanya). Tidak untuk mereka yang sok-sok'an jomblo dengan wajah pas-pasan. Saya tidak bermaksud menghina, memang saya kurang suka yang sok-sok'an. Simpel, karena banyak saya temui muda-mudi yang tidak laku, sering ditolak lawan jenis, tidak PD saat dekat lawan jenis, yang mengaku jomblo karena mendirikan agama Allah, karena pacaran ini itu, karena bla bla bla. Mas bro, Mbak Yu, lek ora payu mending meneng. Ora usah kakean gaya. Jangan menjual nama Tuhanmu karena urusan-urusan tidak penting seperti ini.
Kaping papat, saya paling kurang suka dengan jombloers yang suka macak menor lalu unggah foto di medsosnya. Sebagian besar mereka menulis teks misalnya...."walaupun jomblo, yang penting happy". Ini parah! Ingin dapat pasangan tapi mengorbankan titel jomblo para penganut fanatiknya. Hei jomblo demikian, tolong dibenahi lagi Anda hendak masuk ke ruangan yang mana.
Kaping limo, pacaran, ta'aruf, gandengan, ataupun demenan itu berbagai merek yang isinya bisa sama jika disamakan dan bertentangan jauh bila dinyelenehkan. Begitu juga dengan istilah jomblo, single, dewean, ora pacaran, sing demenan, hingga ora gandengan. Mereka muncul berdasarkan kondisi yang selalu setia dengan zamannya Untuk yang terakhir ini, silahkan diartikan dan dipahami secara individu. Catatan, asal jangan dijawab hanya dari satu jenis sumber saja, misal hanya tentang kejombloan, agar pandangan lebih luas dan khasanah lebih kaya.
Pada akhirnya, saya mewakili kami, tidak bermaksud apa-apa. Saya hanya mengingatkan untuk saling biasa-biasa saja. Ukuran kesucian ataupun ketaqwaan hamba tidak diukur dari pacaran atau jomblonya seseorang. Pun dengan ukuran baiknya tidaknya maupun indah tidaknya seseorang. Mengapa Allah menciptakan sesuatu berpasang-pasangan? Karena sesuatu yang dua itu sangat vital dan penting, misalnya mata, telinga, tangan, lubang hidung, kaki.....sudah tidak saya lanjutkan.
Untuk para insan yang tidak jomblo, stop bullying! Jangan lagi ada sisipan kata ...aja pasangan di belakang lengan kemeja, roda sepeda, lubang celana, pantat, atau lainnya ya. Kita doakan semoga mereka segera menemukan pasangannya, terutama yang halal agar mereka sadar tentang serunya tidak jomblo lagi hingga mereka mengubah judul-judul karya mereka kelak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Antara Sombong, Rendah Hati, Jujur, dan Munafik

Bosan Sendiri

SAYA TELAH TERBIASA