Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2016

Pulkam Singkat

Gambar
Kurang dari satu minggu saya berada di kampung halaman. Kekarepan utama saya lunas setelah makam keluarga dengan ngoyo berhasil saya bersihkan. Saya sudah merencakan untuk membersihkan makam mereka sebelum bulan istimewa datang. Benar saja, Kamis sore minggu lalu saya tercengang. Makam kedua orang tua dan Faqih sudah tidak berbentuk lagi. Ketiga makam yang berdekatan tersebut tertimpa pohon kelor yang tumbang. Batang pohon besar dan ranting yang banyak jumlahnya telah membuat nisan makam tersebut hancur. Selain itu, rumput yang semakin meninggi membuat ketiga makam itu sudah seperti tempat bagi para pengembala sapi. Butuh sekitar 2 jam untuk membersihkan semuanya. Buding, pacul, dan arit yang saya bawa kemarin benar-benar berguna. Saya dan Mbak lega setelah bunga-bunga wangi tertabur dengan rata di ketiga makam pahlawan kami. Misi utama saya memutuskan untuk pulang sebentar telah selesai. Di hari berikutnya, Mbak mengajak saya motor-motor. Beliau memang teman kencan yang s

Soal Memasak

Wanita. Ia adalah sosok indah yang diciptakan Tuhan bagi para lawan jenisnya. Saya tekankan, hanya laki-laki munafik yang mengikrarkan diri bahwa ia tidak tertarik dengan wanita. Ditambah lagi ada embel-embel “yang belum halal yang belum ini, yang belum itu. Wes to rek, rausah sok sokan ngono kuwi. Ngko lek tak terusno pernyataanku malah saru. Mending lek ora terimo ayo ngobrol plong-plongan ambi aku, ngko lak kebuka kabeh. Maaf terlalu nyliwur jauh. Topik tulisan ini tidaklah membahas tentang kemunafikan para lelaki yang sering ditunjukkan kepada wanita-wanita yang sebetulnya menjadi incarannya. Akhir-akhir ini saya membaca artikel dari para wanita cerdas Indonesia yang mayoritas berisi tentang keharusan memasak bagi seorang istri. Alhamdulillah, saya rasa semakin banyak wanita Indonesia yang mulai cerdas dalam memahami ajaran agamanya, khususnya yang sekepercayaan dengan saya. Semoga artikel-artikel kemarin tidak ada kaitan sama sekali dengan semangat Hari Ibu Kartini yang

Pengusaha Tembelek

Masih jelas ingatan ini ketika 16 tahun yang lalu saya dipaksa harus berjuang melewati hidup dengan prinsip seorang diri. Masih ada bekas-bekas luka sayatan yang memang tidak akan pernah hilang. Jari ini sebagai bukti bagaimana rasanya mencari uang sendiri untuk sekadar uang saku mandiri. Pasca dipanggilnya ayah dan umi, saya berevolusi total terutama saat dua tahun terakhir tersisa di jenjang sekolah dasar. Ketika mereka tiada, saya seolah kalap dalam membeli mainan seperti teman sebaya pada umumnya. Neker (kelereng), mobil-mobilan, robot-robotan, tepok (istilah di kampung saya untuk permainan kartu kecil bergambar tokoh-tokoh Dragonball), dan mainan musiman lainnya saya miliki dengan jumlah yang tidak sedikit. Tepok dan neker terutama. Saya memilikinya hingga berjumlah satu dus lebih. Masa kecil saya penuh dengan keberuntungan. neker dan tepok yang melimpah sebagian besar saya peroleh dari hasil bermain dengan teman-teman. Bagi anak-anak dulu, memiliki tepok sak gebok d

Hidup = Sahabatan

Anggap saja hidup itu seperti sahabatan antara pria dan wanita. Statusnya digembor-gemborkan dimanapun dan kapanpun mereka berada, tapi pada akhirnya ada ruang sensitif yang akhirnya tersentuh juga. Ntah disengaja atau tidak, dinikmati atau pura-pura buta, modus-modus klasik sudah sering dilakukan untuk mengubah status sahabat menjadi cinta. Ya, hidup terkadang bisa selucu ini. Kadang jika cinta sang sahabat tertolak, modus kembali bersahabat akan terus diagungkan. Bisa jadi melakoni laga persahabatan dengan bungkusan modus-modus baru yang lebih menawan, atau bersahabat dengan rela walau hati terus memendam perasaan. Yang pasti dinamisasi  namanya “persahabatan” seperti itu, sama dengan hidup. Akan ada ledakan-ledakan yang tidak terduga dalam melakoni laga persahabatan. Bulan ini, Mei. Saya kembali menerima ledakan-ledakan tak terduga dari perjalanan hidup yang saat ini terus saya lalui. Skenario yang saya susun kembali berubah. Ah, sepertinya kembang kempis dalam masalah tatanan