KIMCIL
Tiba-tiba saya terkejut
ketika Om Wawan berada di sebelah saya yang sedang sibuk ngutek-ngutek laptop, lalu berkata “Ayo kimcil sek?!”
Seketika saya langsung
canggung dibuatnya. Kimcil? Saya masih bingung dengan tawaran beliau yang
begitu mengejutkan. Om Wawan seorang hakikat juga doyan kimcil? Saya kan
hanya mengenal istilah itu dari teman-teman? Saya belum pernah ngimcil kok tiba-tiba ditawari hal begituan?
Raut Om Wawan seketika
berubah. Beliau menertawakan saya yang terlihat bodoh di depannya. Saya masih
bingung mengapa beliau malah tertawa lebar, apakah saya kurang gaul atau masih
lugu (lugu?????).
“ojo serius-serius to mas. Kimcil kui kopi item gelas kecil”
Seketika saya langsung
menertawakan diri. Saya malu dan merasa kesal dengan diri ini. Saya masih
konyol dan menilai segala sesuatu dari kemasan dan asumsi umum. Hah bodohku sek pol. Saya telah kalah
ribuan langkah dengan orang-orang seperti beliau.
..................................................................................................................................................................
Saya menjadi terfikir
untuk menilai fenomena mainstream
sekarang. Ya, berangkat dari kimcilnya Om Wawan saya menjadi lebih terbuka dan
tidak terburu-buru menilai sesuatu.
Sek
sek
Punya tema menarik nggak?
Bagaimana kalau
PACARAN? Setuju? Anggap saja iya.
Buat para jomblo jangan
sensitif ya, ini sekadar pembahasan mentah.
PACARAN.
Sekarang sedang
sibuk-sibuknya manusia khususnya para jomblo menyorot masalah yang langsung
mereka haramkan tersebut. Mereka menilai pacaran adalah tindakan mendekati
zina, sehingga lagi-lagi neraka selalu menjadi jujugan utama bagi para pelakunya.
Ngeri...apalagi mereka
selalu menyertakan firman-firman maupun hadist-hadist pendukung untuk
meyakinkan kepada para pelaku pacaran agar segera berhenti.
Sebagai tersangka
utama, saya tidak ingin terburu-buru untuk mengikuti gerakan masif tersebut. Apa alasannya? Setidaknya
ada beberapa alasan mengapa saya lebih memilih untuk menikmati neraka menurut
pandangan mereka. Bukannya saya menentang apa yang telah dipakemkan oleh Tuhan, wong
saya sendiri masih belum bisa menilai apakah surga pantas buat saya setelah ngetan ngulon promosi kebaikan dan
ketaatan diri.
PERTAMA.
Saya telah hidup mandiri selama 23 tahun tanpa pernah lagi merasakan kasih
sayang orang tua. Saya berjuang sendiri menghadapi hidup yang benar-benar keras
seperti teorinya orang-orang bijak. Saya bosan. Tuhan? Keluarga lainnya?
Tembok? Batu? Semua sudah saya jadikan tempat curhat. Hasilnya jauh sangat
berbeda dengan kedahsyatan orang tua. Kan
ada Allah? Maaf, saya masih merasa hina dan belum suci. Saya tidak berani
mengatakan kalau saya bisa berkomunikasi denganNya. Hingga sekarang saya terus
berproses mengenal lebih jauh. Saya memilih untuk pacaran dengan tujuan mencari
motivator lain. Selama ini saya banyak terbantu oleh mereka yang bersedia
menjadi penampungan orang susah seperti saya. Saya memilih pacaran seperti
halnya saya memilih orang khusus yang bersedia menjadi teman saya dalam
menjalani hari-hari yang alot ini.
KEDUA.
Tentang zina? Saya rasa kalian lebih hafal tentang ayat-ayat yang melarang akan
hal itu. Tapi permintaan saya, mohon berfilsafatlah dalam membahas hal
tersebut. Pelajari lebih mendalam apa saja lapangan yang termasuk zina. Kalau
orang pacaran dengan gaya-gaya seperti yang termuat di media, saya setuju itu
zina. Kalau orang pacaran hingga timbul orang ketiga di dalam perut wanita, itu
zina. Kalau orang pacaran guling-gulingan
seperti teletubbies itu sangat
zina. Bijaklah. Jangan karena terbiasa melihat hal-hal umum seperti itu lantas
kalian menilai pacaran itu haram. Pacaran belum tentu zina, tergantung
bagaimana kalian menyikapinya. Kira-kira seperti gula. Ia bisa menjadi es teh,
susu, wedang jahe, es campur, atau
yang lain, tergantung akan dijadikan dan dicampur apa gula itu.
KETIGA.
Pacaran dan ta’aruf. Pasti kalian lebih memilih yang kedua. Apakah karena ia
dibenarkan oleh agama? Seharusnya kalian lebih memilih naik unta saat kuliah
daripada naik kuda besi buatan orang Asia, bukan? Wong unta yang ada di ayat. Acungkan tangan bagi yang sudah pernah
ada pada salah satu opsi, terutama ta’aruf. Bagaimana rasanya berta’aruf ria?
Kawan. Pacaran itu bid’ah, karena istilahnya muncul setelah zaman Rasul ada.
Pacaran hanyalah kemasan luar yang sering dipakai oleh manusia kontemporer
seperti sekarang. Pacaran maupun ta’aruf bisa bernilai sama, tergantung siapa
pelakunya. Di sini Indonesia! Orang menyebut hubungan lawan jenis yang belum
halal itu pacaran. Di tempat lain istilahnya juga lain, termasuk ta’aruf yang
notabenenya juga ikatan belum halal. Ta’aruf juga bisa bernilai zina kalau si
pelaku salah menyikapinya. Pacaran dan ta’aruf sama-sama kemasan. Saya lebih memilih esensi
dalam berbagai hal, saya pilih gula.
KEEMPAT.
Saya normal, saya menyukai lawan jenis sebagai ciptaan Tuhan. Saya tidak ingin
munafik. Saya lebih memutuskan untuk pacaran daripada hanyut dalam perasaan ingin
memiliki namun takut dengan aturan-aturan. Jika pikiran berupaya memungkiri
(atau menyangkal untuk menguatkan) namun hati terus bergejolak untuk memiliki,
itu lebih menyiksa dan bisa jadi zina. Jika karena orang yang tidak berhasil
dimiliki sampai mempengaruhi kemurnian ibadah, hal ini malah tidak akan
menumbuhkan berkah. Sebagai manusia normal, saya mencoba berfikir secara wajar.
KELIMA.
Ada dua kemungkinan bagi orang yang memilih untuk tidak pacaran. Pertama, orang yang imannya kuat dan
merasa akan menjadi bagian dari surga karena segala amal ibadahnya. Kedua,
karena ia jelek dan berusaha membela kejelekannya dengan balutan ayat-ayat suci
agar terlihat menawan. Dalam hal ini, saya melihatnya sebagai penghibur diri.
Kalau yang tidak mau pacaran orangnya rupawan, saya akan mengagumi. Kalau yang
tidak mau pacaran orangnya biasa-biasa saja atau punya elektabilitas wajah
rendah, saya akan tertawa. Dilarang? Diharamkan? Bukankah selama ini mereka
juga PD dengan menghalalkan dirinya untuk masuk surga karena tidak pacaran?
KEENAM.
Tuhan telah bersedia memberi otak kepada saya untuk berfikir. Sembari menikmati
perjalanan panjang ini, saya akan terus berfikir dan merasakan segala hal yang
saya temui, termasuk pacaran. Jangan mengusik perjalanan saya. Kelak saya akan
menyimpulkan apakah yang saya lakukan salah atau sebaliknya jika saya telah
memperoleh jawaban pasti dariNya. Saya tidak membenarkan diri ini, terutama
mengajak kalian untuk mengikuti pilihan saya. Biarlah saya ada pada jalan ini.
Selama saya belum mengetahui bagaimana sebenarnya skenario Tuhan, saya akan
terus seperti ini.
KETUJUH.
Penutup.
Saya sudah nyeleweng ke
mana-mana. Semoga tulisan ini menjadi saksi bagaimana saya berusaha membela
diri, bagaimana orang hina ini mempertahankan argumentasi, bagaimana setan ini
beradu opini. Suatu saat, saya akan bercerita lebih kepada kalian yang ingin
melanjutkan obrolan kecil ini.
Saya tidak pernah menghalalkan
pacaran, pun tidak berani mengharamkan istilah tersebut.
Ada banyak hal selain pacaran
yang akan membuat kalian tertawa di luar sana. Fenomena menilai kemasan semakin
marak akhir-akhir ini. Itulah mengapa saya lebih memilih untuk berada di
seberang. Weslah kesel aku. Disambung
lain waktu. Ayo ngimcil sek.
Komentar
Posting Komentar