Isun Banyuwangi
Selamat
Ulang Tahun Bumi Tercintaku, Bumi Blambangan-Banyuwangi.
Hampir 2,5 abad yang lalu, kau
telah berhasil melalui sejarah panjang yang mengesankan. Semangat rakyatmu
dalam berjuang mempertahankan wajah dan tahta kehormatan telah mendapatkan
hasil yang memuaskan. Kau merdeka secara terhormat dan jantan. Oh Bumi
Blambangan, semoga kau akan terus maju tanpa pernah bisa tersingkir dari
peradaban yang semakin kejam.
Banyuwangiku
kini semakin dewasa. Sejak berhasil melewati masa sulit tahun 1771-1772 lalu,
kini tanah kelahiran ini semakin membanggakan. Selamat berhari jadi yang ke 244
nggeh. Mohon maaf kalau sampai
sekarang saya masih buta akan sejarah indahmu.
Om
wawan dari Semarang berkata dengan sedikit heran, mengapa umur Banyuwangi kok lebih muda dari Semarang? Semarang lho sudah memasuki usia 400an. Pun
daerah Jawa Timur di sisi barat Banyuwangi. Beliau juga mengatakan bahwa
seharusnya Blambangan memiliki usia yang jauh lebih tua dari semuanya, apalagi
sejarah peradaban Hindu saat itu berlangsung dari timur ke utara. Ah rasanya
saya semakin tersudut. Saya hanya bisa menjawab bahwa usia Blambangan diambil
dari tanggal kejadian kemenangan rakyat Blambangan dari Perang Puputan Bayu
tanggal 18 Desember.
Selama
masih kuliah dulu, saya berusaha mengelak pernyataan para kritikus yang
mengatakan bahwa Kerajaan Blambangan adalah pecahan Majapahit yang runtuh
akibat perang. Mereka bilang juga bahwa hampir semua orang di Jatim merupakan
sisa-sisa orang Majapahit. SAYA SANGAT TIDAK SETUJU!
Menurut
literatur yang pernah saya baca, Blambangan telah berdiri bahkan sebelum
Majapahit ada. Blambangan adalah kerajaan yang tidak pernah runtuh ataupun
menyerah kepada para penyerang dari kerajaan lain, termasuk Majapahit.
Blambangan adalah kerajaan yang wilayah kekuasaannya terbentang dai Banyuwangi,
Jember, hingga Pasuruan. Dulu, semua rakyat Blambangan bersuku Osing. Wilayah
Blambangan yang saat ini hanya berada di Banyuwangi merupakan sisa setelah orang-orang
Blambangan terbunuh dan daerahnya disempitkan oleh penjajah Belanda. Itu sebabnya
orang-orang Blambangan asli yang saat ini masih ada disebut suku Osing karena dari artinya, Osing bermakna tidak. Suku Jawa, Madura,
Mandar, Bugis dan lainnya ada di Banyuwangi karena dahulu Pemerintah Belanda
mendatangkan mereka dari berbagai wilayah seperti Yogyakarta, Surabaya, Madura
dan daerah lainnya. Alasannya jelas, karena saat itu penduduk asli Banyuwangi
dibantai habis-habisan oleh Belanda dan sisanya lari ke daerah-daerah gunung
maupun hutan (seperti contoh Kemiren yang dahulu merupakan hutan pohon kemiri dan duren).
Blambangan
tetaplah Blambangan. Saya menolak kalau kerajaan besar ini adalah bekas
orang-orang Majapahit. Saya memiliki beberapa bukti. Pertama, jika memang di Blambangan merupakan bekas orang-orang
Majapahit, mengapa Suku Osing tidak
berbahasa Jawa majapahitan? Kedua,
mengapa kesenian asli yang ada di Banyuwangi tidak berbau Majapahit? (bahkan
sebagian besar hanya kulturalisasi Banyuwangi dan Bali) Ketiga, kalau memang Blambangan bekas orang-orang Majapahit,
mengapa Majapahit sendiri ingin menakhlukkan Blambangan seperti mereka ingin
menduduki Kerajaan Pasundan? Keempat dan seterusnya.
Sebenarnya
poin tulisan ini bukanlah berdebat masalah sejarah. Saya bukanlah orang yang
primordialis. Hingga saat ini saya berusaha mengenal daerah lain agar saya
tidak terkurung dan terkunci erat di tempurung sendiri.
Di
hari ulang tahun Banyuwangi ini, saya ingin mengajak seluruh masyarakat
Banyuwangi untuk segera membuka mata terhadap sejarah tanah tercinta. Saya menunggu
gerakan mahasiswa dan para pemuda Banyuwangi untuk membuka rahasia tentang
sejarah daerahnya. Saya ingin melihat mereka mampu membuka mata Indonesia bahwa
perang dahsyat sesungguhnya bukanlah Perang Diponegoro, melainkan Perang
Puputan Bayu. Saya ingin menyaksikan mereka mampu membuat karya-karya baru yang
menyadarkan kepada masyarakat luas bagaimana bangkitnya Blambangan maupun Banyuwangi
yang di usia ke 244 ini masih sering dipandang sebelah mata.
Saya
selalu bangga dengan Banyuwangi. Saya adalah fans sejati Kota Banyuwangi.
Banyuwangi,
selalu kobarkan semangat jenggirat tangi
di seluruh antero negeri. Ohya Banyuwangi, satu minggu lagi saya akan kembali
menikmati harum wangimu. Saya sudah terlalu rindu untuk bercengkrama dengan
keramahan-keramahan yang kamu miliki. Sekali lagi, selamat berhari jadi
Banyuwangi. Saya berjanji akan terus menjaga keharuman namamu dimanapun saya
berdiri. Bukan sekadar tulisan. Saya akan tampakkan bukti.
Isun Banyuwangi
Komentar
Posting Komentar