Berbeda

Kemarin saya mendapatkan sesuatu yang kurang menyenangkan terkait dengan penyamarataan sebuah institusi perkuliahan oleh oknum tertentu. Oknum tersebut menilai bahwa almamater tidaklah penting dan berpengaruh terhadap status seorang mahasiswa. Semua kampus sama, tergantung kepada bagaimana mahasiswa masing-masing. Ia juga mengatakan bahwa kesuksesan itu tentang bagaimana seseorang yang menjalani, bukan pada almamater apa yang ia gunakan.

Sejujurnya saya mengatakan bahwa pernyataan tersebut salah besar dan dapat memicu sebuah keperihan bagi yang mendengarnya.
 
Oknum yang saya hormati.
 
Pertama-tama marilah kita melihat status kita. Apakah Anda termasuk barisan sakit hati masa lalu, atau tidak? Apakah Anda pernah merasakan kecewa atas kegagalan apa tidak?
 
Begini. Bagi saya, almamater, kualifikasi tenaga pendidik, hingga akreditasi institusi sebuah kampus itu sangatlah penting. Kita? Kita siapa? Mahasiswa masing-masing? Anda tidak bisa bicara seenaknya. Kualitas individu itu sangat dipengaruhi oleh kualitas lingkungan dan kualitas fasilitas yang mengitarinya. Kuncinya seperti ini, "Sebuah kualitas maksimal akan tercipta jika kreativitas selalu didukung oleh adanya fasilitas". Ingat selalu kata-kata tersebut.
 
Saya sebagai mantan mahasiswa yang pernah mengenyam pendidikan di sebuah universitas yang diperhitungkan merasa sedikit tersinggung dengan gaya Anda meremehkan kampus-kampus unggulan yang tidak semua orang bisa memasukinya, termasuk posisi Anda saat ini.
 
Mohon maaf sebelumnya.
 
Perlu Anda ketahui, kualitas antara kampus negeri satu dengan yang lain sangat berbeda. Itu masih taraf universitas negeri. Sangat konyol jika Anda mengatakan bahwa semua kampus sama saja, apalagi kampus kami Anda samakan dengan kampus (maaf) swasta Anda, apalagi (maaf) kampus yayasan. Mohon maaf bahwa kami benar-benar menolak pernyataan Anda. Kalau Anda berkata di depan dosen saya, mungkin Anda juga akan dibuat sadar dengan apa yang telah Anda katakan.
 
Anda sedikit ada benarnya. Memang semua tergantung dari orangnya masing-masing. Tapi, Saudara harus tahu bahwa kita tidak akan bisa lebih tanpa ada fasilitas maupun tenaga pembimbing yang berkualitas lebih. Anda mungkin merasa percaya diri dengan kemampuan Anda saat ini, di kampus Anda. Jangan tinggi hati dulu, lihatlah dulu Anda merasa hebat di mana? Di kampus kota tempat Anda tinggal? Bukankah untuk masuk ke kampus tersebut tidak dibutuhkan seleksi yang ketat seperti pelaksanaan seleksi nasional macam SNMPTN maupun SBMPTN? Bukannya saya merendahkan, tetapi Anda telah memancing ketenangan dengan kesombongan tak kentara yang Anda tunjukkan. Saya tahu tentang kampus Anda. Lagi pula jika semua kampus disamaratakan, apa guna dari akreditasi periodik BAN-PT? Apa guna pelabelan kampus negeri, swasta, maupun yayasan? Apa pentingnya Dikti modar-mandir meneliti setiap kampus? Apa guna passing grade  antara kampus satu dengan yang lain?
 
Baiklah, mungkin Anda tidak akan cukup untuk mengerti tentang hal itu. Saya akan memberi contoh kongkritnya.
 
Saya merupakan alumni Universitas Negeri Malang. Institusi dengan akreditasi A dari BAN-PT ini merupakan salah satu dari 100 universitas terbaik di Indonesia. Bagi yang telah tahu, atmosfer persaingan untuk mendapatkan satu bangku di kampus ini sangat sulit. Tahun ini saja sudah banyak para pendaftar yang kehilangan kesempatan untuk berkuliah di sana, karena memang persaingan yang semakin ketat. Mahasiswanya? Tidak hanya berasal dari satu hingga tujuh kota di satu provinsi saja. Mahasiswa di sana berasal dari berbagai daerah dan provinsi di Indonesia.
 
Saya alumni Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Di kelas, saya harus bersaing dengan mahasiswa asal Palembang, Lampung, Bandung, Sulawesi Selatan, Flores, Jakarta dan tentunya kota-kota kompetitif di daerah Jawa Timur.
 
Saya tidak suka Anda menyamakan saya dengan lulusan dengan program studi yang sama dengan alumni universitas di tempat saya dan Anda tinggal. Jauh berbeda. Anda tahu? Prodi boleh sama, tetapi saya tidak masuk ke lingkungan fakultas ilmu pendidikan seperti mereka. Saya berada di bawah naungan Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang. Jelas saya bukan FIP atau ejaan lama yang masih berlaku di kampus Anda, FKIP. Dengan jurusan dan fakultas yang berbeda, jelas bobot kuliah yang saya terima jauh berbeda. Saya tidak hanya monoton mempelajari seputar pendidikan maupun Pancasila saja. Di UM saya harus memperdalam materi tentang filsafat, ilmu sosial, bahkan ilmu hukum.  Saya kenyang dengan mata kuliah hukum pidana, perdata, hukum tata negara, hukum administrasi negara, hukum Islam, maupun filsafat hampir semua disiplin ilmu. Dosen? Ya jelas berbeda. Silahkan Anda datang sendiri untuk membuktikan bagaimana kualifikasi dosen pengajar di sana. Fasilitas kelas, gedung? Jelas berpengaruh. Dengan gedung perkuliahan berlantai 7 pasti memberikan kesan berbeda. Di dalamnya sudah terdapat perpustakaan jurusan yang memiliki referensi sangat lengkap untuk menunjang pengetahuan kami. Jika masih kurang? Mudah, kami hanya butuh menuju perpustakaan fakultas, lebih-lebih perpustakaan pusat universitas yang memiliki ratusan ribu bahkan jutaan referensi baik buku-buku rujukan maupun karya ilmiah mahasiswa yang telah disahkan oleh jurnal internasional. Jadi, saya tidak perlu susah payah mondar-mandir mencari referensi ke perpus kota (yang memang jauh lebih lengkap daripada kota Anda) atau ke gramedia. Bukankah beda jumlah referensi, juga akan beda isi di otak kita? Lalu, masihkan Anda menyamakan kampus kami dengan Anda?
 
Itu hanya seputar jurusan saya. Belum lagi jurusan maupun fakultas lain yang membentang luas di tengah kota. Sudahkah Anda tahu berapa mahasiswa dari UM yang berprestasi dan berhasil menyabet gelar-gelar bergengsi baik lokal, nasional, maupun internasional?
 
Sudahlah. Semakin jauh saya menjelaskan, mungkin semakin sakit hati Anda dengan pernyataan saya. Bagaimanapun, saya mengakui bahwa UM bukanlah satu-satunya kampus terbaik yang ada di Indonesia maupun Asia. Saya mengakui masih ada kampus sekelas UI, ITB, UGM, Petra dan lain-lain di atas institusi tempat saya menimba ilmu. Tapi sekali lagi, jangan pernah menyamaratakan seluruh almamater mahasiswa, terutama kampus Anda dengan kampus-kampus yang terdaftar sebagai kampus terbaik menurut lembaga berwenang, Dikti.
 
Anda perlu mempelajari lebih dalam dan mengetahui secara pasti kampus-kampus yang jauh diatas institusi Anda sebelum dengan konyolnya Anda membuat sebuah perbandingan ataupun kesimpulan.
 
Almamater. Dari warna, filosofi logo, pemakai, maupun kualitas pemakainya sudah sangat berbeda. Jadi, jangan membawa jargon atas nama kesuksesan di panggung persaingan ini. Memang sukses ditentukan oleh individu masing-masing, tetapi jargon sukses tidak boleh digunakan untuk menyamakan individu yang satu dengan yang lain.
 
Baik Saudara, semoga sedikit penjelasan saya memberikan Anda pencerahan. Kalau kurang, silahkan Anda masuk dan mempelajari bagaimana perbedaan mencolok antara kampus tempat saya mengais ilmu dengan tempat Anda.
 
Bagaimanapun, tidak ada maksud saya untuk menyulut permusuhan diantara kita. Tidak ada maksud saya untuk membakar api permusuhan di antara mahasiswa berbagai kampus di Indonesia. Saya hanya klarifikasi dan menegaskan bahwa tidak akan diciptakan berbagai macam bentuk jika tidak memiliki perbedaan yang bisa ditemukan bedanya.
 
Bagaimanapun kita tetap saudara. Kita tetap Indonesia. Salam damai selalu, Saudara.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MILADNYA PANCASILA

Aku harus bagaimana?

Antara Sombong, Rendah Hati, Jujur, dan Munafik