Bosan Sendiri



Sudah beberapa hari ini saya berada di Sukowidi. Selain ingin merasakan hawa Ramadhan di kampung kecil, saya juga rindu dengan tradisi likuran di M.A Baiturrahman.

Sejak berada di sini, saya sering sendiri di rumah. Kakek yang masih dirawat untuk pemulihan di Wongsorejo hingga waktu yang tidak ditentukan membuat saya harus menikmati suara suling buko seorang diri. Suami mbak selalu pulang ke rumah diatas pukul 10 malam. Mbak sendiri kerja. Kadang kerja ke Jajag, kadang juga menjaga loket ASDP seperti hari ini. Kalau sudah kerja, mbak juga pulang malam.

Andai saja si beat selalu ada di sini seperti dulu, pasti saya tidak akan absen di majelis ngerandu bukonya MAB. Jujur, saya bosan. Di rumah bu lek saya tidak bisa ke mana-mana, di sini bisa tapi tidak bisa jauh dan berlama-lama. Saya hanya bisa menikmati kesenangan saat malam ganjil tiba.

Sama seperti beberapa hari yang lalu, hari ini saya kembali harus menyiapkan menu berbuka sendiri. Pengalaman menamatkan status menjadi anak kos dan anak kontrakan memberikan keuntungan bagi saya. Selalu ada ide yang keluar ketika melihat sayuran dan lauk yang ditinggalkan oleh mbak di kulkas. Setelah mengecek isi gas dan memastikan semuanya aman, saya mulai menata peralatan untuk memasak.

Hari ini saya memasak tumis kacang panjang dengan lauk tempe, dadar telur, dan sepotong ayam. Masalah tumis-menumis memang bisa dikatakan sangat mudah, apalagi saat KKN masakan itu memang jadi andalan saya untuk memuaskan lidah 22 teman saya. Saya memiliki waktu 40 menit untuk merampungkan semuanya, termasuk memasak nasi yang memang belum tersedia. Saya sedikit terlambat dalam memulai. Biasa, bermalas-malasan karena alasan puasa menjadi alasan klasik bagi para pengaruh pikiran saya.

Menu sederhana hari ini telah selesai tepat 10 menit sebelum adzan tiba. Saya sudah mandi dan siap untuk menyantap masakan saya sendiri (lagi).


***

Rasa syukur memang sangat pantas saya ucapkan atas nikmatNya hari ini. Ramadhan tahun ini, Allah telah mengarahkan saya menjadi lebih tenang saat waktu berbuka akan tiba. Tidak seperti tahun lalu yang harus sesegera mungkin menuju masjid ITN untuk mendapatkan takjil gratis yang disediakan oleh panitia.

Sepertinya saya mulai bosan sendiri. Selain karena kondisi keluarga yang memang sudah tidak lengkap lagi, faktor umur yang sudah tidak sidikit lagi juga membuat saya menginginkan untuk segera menyudahi hidup sendiri. Tahun ini saya akan berumur 24 tahun. Mungkin bagi sebagian orang angka tersebut tergolong masih belia, tapi bagi saya tidak lagi.

Saya jenuh 16 tahun lebih berjuang hidup sendiri. Segala sesuatu yang akan saya jalani selalu saya fikir sendiri, resiko pun juga harus saya tanggung sendiri. Saya ingin disegerakan untuk menikah. Dengan meminang gadis calon mertua, hidup saya mungkin akan lebih terarah. Saya bisa bekerja dan mengumpulkan uang untuk dia, memasak masakan yang ia inginkan, dan lain sebagainya.

Hei kamu. Saya tidak akan menuntut kamu telah mahir dalam meracik bumbu dapur atau khatam dalam segala urusan rumah tangga. Bagaimanapun kamu, asal ada iktikad untuk belajar bersama, ikutlah saya. tidak perlu khawatir atas urusan rumah tangga kita. Saya mencari istri, bukan pembantu. Saya sudah bisa memasak enak untukmu, mencuci sarung dan baju dengan benar, mencuci peralatan makan, membersihkan rumah dan perabotannya, dan semua urusan rumah tangga. Ikutlah bersama saya karena saya membutuhkan sosok makmum, sahabat, teman, dan segala peran dalam segala keadaan. 



Semoga perjodohan kita dipercepat ya, karena saya semakin bosan sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Antara Sombong, Rendah Hati, Jujur, dan Munafik

Keluargaku Pendidik