Tentang Manusia dan Malaikat
“Jangan
pernah mengatakan bagaimana rasa durian hingga pada penjelasan dampaknya bagi
kesehatan kalau kamu belum pernah memakannya secara langsung dalam waktu yang
bisa dikatakan lama. Saya sebagai penghobi buah raja tersebut hingga detik ini
tidak merasakan apa-apa seperti apa yang telah kau gembor-gemborkan di media.”
Ah, hidup terasa
semakin konyol saja. Hampir disetiap lorong-lorong jejaring sosial selalu saya
temui orang yang selalu menggebu-gebu dalam menyuarakan idealitasnya. Bukankah
sisi ideal akan ditemui jika seseorang secara mendalam dan komperhensif sudah
pernah menjalani? Apakah mungkin pengalaman yang parsial membuatnya seolah
menjadi malaikat-malaikat kebanggaan semua orang?
Dengan kemasan rapi
yang bermerek MENUJU KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK atau logo HIJRAH, ia telah lupa
betapa masih miskinnya kognisi yang ia punya. Semua yang dikatakannya seolah
menjadi benar karena dikuatkan oleh potongan-potongan firman Tuhan.
Sesungguhnya hijrah yang baik adalah hijrah yang tidak tergesa-gesa. Para
perantau yang baik adalah mereka yang terlebih dahulu mengenal secara mendalam
bagaimana kondisi lingkungannya sebelum ia benar-benar memutuskan untuk
menjelajah ke daerah tetangga. Para perantau konyol yang terlalu terburu-buru
mengambil konklusi adalah mereka yang rugi.
Tidak pernah ada yang
menyalahkan suatu kebaikan, namun kebaikan bisa salah jika ia diungkapkan
dengan pengalaman yang salah dan setengah-setengah. Berbuat baik yang modis
sesungguhnya tidak perlu digembor-gemborkan secara sporadis. Biarlah ia
mengalir secara murni sesuai dengan hakikatnya seperti sebatang bambu yang
tidak pernah mengenalkan siapa dirinya.
Seorang Kyai nyleneh berkata kepada saya bahwa seseorang
harus berlaku sewajarnya. Janganlah melakukan suatu kebaikan karena iming-iming popularitas orang. Lebih
baik menjadi iblis yang terus berproses menjadi malaikat, dan lakukanlah secara
diam-diam. Akan susah ketika kamu telah menjadi malaikat secara instan di depan
orang. Dirimu akan terbawa beban dengan pandangan orang bahwa kamu adalah sang
malaikat pembawa kebaikan. Hidup itu bukanlah memburu sebuah pupularitas,
karena semuanya serba probabilitas. Akan menjadi bumerang ketika beban menjadi
malaikat terus terngiang-ngiang. Kemungkinan kamu akan terbeban dan diam-diam
mencoba untuk kembali menjadi setan.
Oke para setan, mari
kita pelan-pelan berproses dengan pasti dan tanpa beban. Optimislah hingga
nanti semesta akan mengetahui siapa diri yang masih hina ini tanpa
menghambur-hamburkan eksistensi pribadi.
Pada akhirnya saya
harus menyadari bahwa saya masih sering menjadi tersangka. Untuk itu saya harus
terus berbenah.
Komentar
Posting Komentar