Malam ini
Malam ini. Sungguh
rasanya pikiran dan badan ini seperti ingin menyerah merasakan segalanya
berkumpul, bermuara, membaur menjadi satu.
Aku jenuh!
Malam ini, pekerjaan
semakin mengerucut menjadi sulit. Awan bulan ini, hanya dalam waktu 7 hari aku
harus menyelesaikan verkesdik, mandatory, maupun pendataan kpm temuan non eligible. Mustahil! Tapi ini
perintah dari atasan yang hanya mengetahui distribusi uang kami lancar dan
menganggap semuanya berjalan mulus sesuai tupoksi masing-masing distrik. Mana
yang harus dikerjakan terlebih dahulu? Kamis kemarin aku hanya mampu menemui 1
orang kepsek di pelosok atas, sedangkan yang lain tidak ada di tempat. Kamis
juga data mandatory sudah terkirim rapi ke operator, tapi malam ini berkas itu
kembali karena permintaan perubahan format. Pendataan temuan non elegible yang katanya masih belum
waktunya pun begitu. Malam ini ditekan untuk segera mengumpulkan list detailnya. Aku jenuh! Pikiran stres
bersama dengan kondisi badan yang mulai drop. Besok dan Senin, aku masih
memiliki waktu 2 hari untuk menyelesaikan semuanya.
Di rumah, masalah baru
muncul. Grup hadrah Al Banjari bentukanku kembali harus berkurang intensitas
latihannya. Sekarang kami hanya bisa berlatih setiap sabtu malam yang
sebelumnya ditambah kamis malam. Orang tua Bagus tidak mengizinkan anaknya
latihan di hari efektif sekolah lagi pasca kami berlatih dengan dua pelatih itu
malam senin kemarin. Imbasnya ke semua. Kami kesulitan mencari hari untuk
berlatih bersama pelatih baru, bahkan terancam gagal latihan dengan mereka.
Masalah jadwal kedua belah pihak menjadi masalahnya. Ingin marah rasanya. Dari
awal saya mendapat amanah dan memperjuangkan semua ini sendiri, dari mencari
dana talangan hingga nego alat-alat itu dari Bangil. Rek, aku wes pernah ngomong. Cilikanku, Mbahku iki terkenal paling
galak. Aku bolak-balik dibentak lek kakehan dolanan. Tapi siji. Urusan ngaji
Mbahku mesti dukung 100% ben aku enek gunane. Mbahku nggak ngurus arep sesok
sekolah opo enggak, lek wayahe latihan qiro'ah yo dikongkon budal. Posisine
ndek kampung iki nggak enek tempat ngaji sing apik. Aku mbelani mancal ndek
mega segara gawe nuntut ilmu. Mbahku sowan, mbayar seragam, mbayar biaya ngaji,
sak liyane kabeh diurus.Aku mbelani melok megawe ndek botoan ambek dodolan layangan
gawe nambahi bondo sekolah gara-gara iku. Aku saiki wes ngenakno awakmu podo.
Aku mulih rene nggak pernah njaluk dibayar, nggak pernah nuntut wong tuwomu
podo masrahno awakmu ndek aku. Kabeh tak lakoni digawe ngerubah kampung sintru
iki. Awakmu podo ndek banjarian iki kari lungguh, panganan yo nggak kurang,
ngerungokno aku njelasno, kabeh gratisan. Mosok kari kebacut. Ngene ae sek akeh
sing alasan sibuk, alasan sekolah, akeh alasane. Aku yo pernah sekolah, tapi
nggak kebangetan koyok cara pandange wong tuwek saiki.
Aku sudah belajar untuk
menata kegiatanku di sini sebagai penyeimbang kesibukan yang berusaha serapi
mungkin tidak aku tampakkan. Membuat miniatur macan keduk sampai jadi 2 buah sudah, mengisi kegiatan TPQ sudah,
banjarian sudah, futsal dengan amatiran PKH sudah, ikut nimbrung komunitas
barong sudah, hampir penuh rasanya. Tapi tetap saja. Kesibukan bukan gula. Ia
tidak bisa disembunyikan.
Malam ini.
Aku juga sedikit kesal,
atau memang ia adalah buah dari keegosian yang begitu tinggi dalam diri ini.
Kembali aku seolah menerima pengabaian. Aku merasa salah karena terus memaksa.
Aku salah besar karena telah berbuat kesalahan yang tidak mungkin dengan mudah
terlupakan begitu saja.
Semua ini imbas dari
sebuah pilihan. Memilih untuk kembali menjalani hidup sendiri itu kadang lega,
tapi banyak menderitanya, terlebih dengan kondisi hidup seperti ini. Aku manja.
Selalu ingin ada yang menemani ketika sedang menanggung banyak beban seperti
saat ini. Setidaknya menghibur untuk menenangkan atau teman untuk sekadar
bertukar pikiran maupun kesan. Ah tidak mungkin. Nyatanya aku telah membuang
seseorang yang sangat baik dan mengerti setiap keadaan yang aku rasakan. Aku
telah memilih untuk pergi demi sesuatu yang hingga malam ini masih belum
menjadi sebuah jawaban. Aku telah memilih untuk beranjak demi sesuatu yang
belum tentu menjamin sebuah kepastian. Aku. Aku. Ntahlah. Pikiran ini begitu
kacau.
Malam ini, semuanya menjadi satu.
Terhitung malam ini.
Imbas dari apa yang
telah aku pilih.
Aku telah memilih untuk
berkomitmen dengan pekerjaan ini. Aku harus bangkit dan mengerahkan seluruh
tenaga dan kemampuan untuk menyelesaikan semuanya. Tepat waktu!
Aku telah memilih untuk
menata kehidupan di kampung ini (lagi). Aku harus tegas menyelesaikan masalah
yang terjadi, terutama masalah Al Banjari. Lanjut atau bubar sekalian!
Terhitung malam ini.
Mungkin aku akan belajar untuk tidak meronta dan memberikan tekanan lagi. Aku
akan benar-benar belajar untuk mengosongkan hati. Aku tidak boleh memaksa
karena pilihan harus murni asal dan hasilnya. Aku harus berbenah diri, mencari
kesibukan yang lebih sibuk dari ini demi usaha mengosongkan hati. Jangan
memaksa, abaikan, anggap semuanya baik-baik saja.
Tapi masih malam ini.
Biarkan jenuh bermesraan dengan pikiran dan hati. Hingga tulisan ini memotivasi
dan membangkitkan diri untuk membenahi diri, pikiran dan hati.
Malam ini, sungguh Aku
jenuh sekali.
Komentar
Posting Komentar