Al Absyar



Kami baru menyepakati nama itu beberapa hari yang lalu. Ar Raudah sesuai nama masjid tempat di mana kami tinggal? Tidak. Nama itu telah dipakai oleh grup yang sudah punya nama besar karena gelar juara yang familiar dengan mereka.

Belum genap lima bulan usia kami.

Grup ini berawal dari kepulangan saya ke kampung halaman setelah lama berada di kampung orang. Sekitar akhir bulan di tahun lalu, salah seorang saudara saya dan guru ngaji kampung, Lek Jayus dan Pak Mad yang (masih) peduli dengan perkembangan anak muda di kampung datang bertamu. Tidak saya sangka secepat itu saya menemukan kehidupan baru di sini. Beliau berdua menghendaki saya untuk mengarahkan remaja di kampung yang bisa dibimbing. Salah satu caranya adalah dengan mendirikan grup shalawat. Mungkin karena di kota ini atmosfer Hadrah Al Banjari semakin membumi. Kata sepakat yang kami ucapkan sore itu membuat kami harus berusaha mengumpulkan dana yang tentu tidak sedikit jumlahnya.

Dari saat itu keajaiban seolah merestui berdirinya kegiatan (sangat) baru di kampung yang terkenal sintru ini. Kurang dari satu minggu, kami sudah memiliki dana yang bisa dikatakan cukup. 2,5 juta dari hasil patungan dan sumbangan segelintir orang adalah sesuatu yang membuat saya takjub. Saya benar-benar tidak menyangka secepat itu kami berhasil mendapatkan dana. Saya pun memberanikan diri untuk menanyakan harga alat sesuai kebutuhan pertama kami. Memiliki teman baik di luar kota memang sangat membantu. Saya sangat beruntung bisa mengenal salah satu komponen penting dari Al Karomah Putri di Pasuruan. Melalui beliau saya memperoleh daftar harga per alat yang kami butuhkan, langsung dari pembuat yang sudah sangat terpercaya di provinsi kami. Setelah berdiskusi, akhirnya saya menyetujui untuk memesan perangkat hadrah sesuai dengan apa yang beliau deskripsikan.

Saya takjub. Alat yang direncanakan selesai dikerjakan dalam waktu 3 sampai 4 minggu ternyata selesai hanya dalam waktu 7 hari. Luarbiasanya, saya membayar di luar hitungan harga yang sebelumnya saya susun. Saya mendapatkan potongan harga banyak sekali. Dalam kurun waktu satu minggu alat hadrah sampai di rumah dengan kemasan rapi.



***


Tidak mudah memang membimbing remaja yang kehidupan awalnya masih asing dari majelis dzikir dan sholawat. Butuh kesabaran ekstra untuk mengenalkan mereka terhadap kegiatan baru. Mungkin bagi Anda yang telah membaca tulisan saya di postingan sebelumnya telah memiliki gambaran betapa sulitnya menjalani peran sebagai saya. Dulu saat masih kecil, saya memang terbiasa ikut ke dalam grup hadrah, tetapi bukan al banjari dan saya bukan pemegang alat hadrah. Terlebih lagi saya sudah lama vakum mengikuti kegiatan-kegiatan semacam itu. Karena itu, saya pun belajar dari awal tentang bagaimana pukulan hadrah al banjari melalui media-media yang ada. Sengaja saya tidak mendatangkan pelatih di awal karena beberapa alasan. Khawatir remaja kabur karena kurang nyaman dengan orang baru, penyesuaian jam ajar yang tentu sulit, dan tentunya menghemat uang yang tersisa.

Perlahan saya mengajarkan kepada mereka rumus-rumus dasar sesuai apa yang saya dapatkan. Apa adanya dan tentu banyak kurangnya. Setidaknya mereka bisa terbiasa dengan barang baru tersebut. Kami terus berlatih dengan waktu yang telah ditetapkan bersama, satu minggu dua kali pertemuan. Tentunya begitu banyak halangan yang saya lalui saat mengjarkan materi kepada mereka.

Sejak fase berlatih, rezeki terus datang kepada kami. Makanan dan jajanan tidak pernah absen setiap kami berlatih, ntah di masjid atau di rumah lek Jayus.

Saya tidak pernah mengira bahwa mereka cepat sekali menangkap materi dan mempraktekkan pukulan yang saya berikan. Kurang dari satu bulan kami sudah menguasai pukulan dasar beserta beberapa lagu dari kitab sholawat yang kami miliki. Hasilnya, belum genap satu bulan kami sudah mulai mengisi kegiatan sholawat setiap Ahad pagi di masjid. Selain itu, kegiatan kami mulai dikenal oleh warga sehingga kami memperoleh undangan pertama yaitu mengisi kegiatan sholawat beserta mahallul qiyam di pengajian anjang sana. Dari itu kegiatan kami terus berlanjut dan rezeki tidak berhenti mengikuti.

Ini adalah bulan Rajab pertama bagi kegiatan kami. Bulan ini kami semakin berkembang. Setelah sempat mendatangkan pelatih untuk persiapan 27 Rajab (berlangsung satu pertemuan dan terhenti karena masalah jadwal), kami mencoba mengikuti pelatihan oleh Masjid Agung di kota. Kami seperti orang-orang dungu saat berada di sana. Sungguh kami merasa masih belum bisa apa-apa di tengah para anak pondokan yang memang sudah memiliki dasar kuat soal hadrah. Kami hanya memperoleh sedikit sekali pemahaman, hanya sebatas cara memegang dan membunyikan secara benar hadrah. Kami berkembang bulan ini karena otodidak. Sedikit ilmu yang kami peroleh dari pelatihan dipadukan dengan ketersediaan materi di media sosial membuat kami mulai menguasai pukulan dasar lengkap dan sedikit variasi.

Malam ini (setelah beberapa hari sebelumnya tampil di acara khitanan), kami berhasil membuat masyarakat di lingkungan Masjid Ar Raudah bangga. Mereka memuji kami dan mengakui bahwa kegiatan yang kami lakukan benar-benar positif dan membuahkan hasil. 30 menit yang kami bawakan sekaligus membungkam mereka yang selama ini merendahkan kami. Ya, tidak sedikit. Ada yang menyuruh saya belajar ke ibu-ibu muslimat (yang sangat jelas pukulan dan nada sholawatnya seperti itu), ada yang mengatakan latihan kami seperti tukang bangunan yang merenovasi rumah, ada yang menutup pintu dan tirai jendela ketika latihan dimulai, dan masih banyak lagi tantangan yang diberikan oleh masyarakat MEMBANGGAKANnya kampung sitru ini. Pembukaan acara Isra' Mi'raj Rasulullah yang kami isi dengan Sholawat Al Banjari malam ini adalah jawaban untuk semuanya.

Hingga malam ini, kami tidak menerima sepeser pun uang dari hasil diundang. Nasi kotak dan jamuan khusus adalah rezeki yang sudah sepatutnya kami syukuri. Kami belum mendaftarkan diri untuk mengikuti festival. Kami masih ingin merombak ulang Al Absyar untuk kami bawa lebih serius lagi. Kami memang belum berkompetisi untuk merebutkan trofi dan hadiah lainnya, tetapi rezeki seperti makanan dan jajanan yang datang tiada henti setiap kami memainkan hadrah merupakan nikmat yang begitu istimewa. Apalagi jelas, umur kami masih begitu sangat belia untuk sebuah grup Sholawat Al Banjari dengan para personil yang sama sekali tidak pernah mengenal hadrah ini sebelumnya.

Kami bukanlah tamatan santri pondok. Kami bukanlah anak rumahan yang anti terhadap panas pergaulan terkini dan alergi terhadap polusi kebandelan masa kini. Kami dilahirkan di kampung ini, tempat para orang yang sedikit mengabaikan urusan kegiatan agama dan orang-orang yang mengalami kelangkaan dalam berfikir untuk maju. Kami lahir dan dibesarkan di kampung sintru.

Saya dan teman-teman hanyalah sekelompok pemuda penyuka dan penikmat Macan Keduk dengan slogan Wani Suitnya. Kami hanyalah sekelompok pemuda yang hobinya hanya berjalan menelusuri daerah kuburan, menelusuri rel kereta api di barat kuburan, dan berjalan dari Stasiun Argopuro hingga tembus Pantai Cacalan. Tapi kami ingin berbeda dan tentunya ingin berubah, lebih baik dan luas. Kami tidak ingin dunia ini hanya memiliki satu atau dua warna saja karena kami sangat memahami hakikat diciptakannya pelangi. Dengan al banjari, kami akan terus bersholawat. Dengan al banjari ini kami akan terus berkembang lebih baik lagi. Kalau bukan saat ini, mungkin kami tidak akan pernah bisa lagi mengubah kampung pinggiran kota yang dari dulu tertinggal ini. Kami akan membangun budaya dan kegiatan baru yang kami harapkan dapat mengubah masa depan kampung ini selanjutnya.

Absyar adalah nama yang kami anggap pantas disematkan untuk grup yang lahir di tengah kesintruan yang ada. Kami akan terus melawan sintrunya kampung ini dengan terus bergembira. Itulah mengapa Al Absyar ada. Semoga Al Absyar terus berkembang dan berlanjut hingga tujuan ideal itu tercapai.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Antara Sombong, Rendah Hati, Jujur, dan Munafik

Bosan Sendiri

SAYA TELAH TERBIASA